Home Without Label

Dampak susu formula


Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula
  Menurut Roesli (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula yaitu:

1. ASI tidak cukup
Alasan ini merupakan alasan utama bagi ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASInya kurang,tetapi hanya sedikit (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya. Selebihnya ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya.

2. Ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI, karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah yang diperoleh sehari sebelumnya.

3. Takut ditinggal suami
Alasan ini karena mitos yang salah, yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek. Sebenarnya yang mengubah bentuk payudara adalah waktu kehamilan bukan menyusui.

4. Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja.
Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak karena terlalu sering didekap dan dibelai adalah tidak benar. Justru anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja, dan agresif karena kurang diperhatikan oleh orang tua dan keluarga

5. Susu formula lebih praktis
Pendapat ini tidak benar, karena untuk membuat susu formula diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan waktu untuk mendinginkan susu formula. Sementara ASI siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan api, listrik, dan perlengkapan yang harus steril.

6. Takut badan gemuk
Pendapat bahwa ibu menyusui akan sulit menurunkan berat badan adalah tidak benar. Didapatkan bukti bahwa menyusui akan menurunkan berat badan lebih cepat daripada ibu yang tidak menyusui. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak menyusui akan lebih sulit untuk menghilangkan timbunan lemak tersebut.
Kurniasih (2008) menambahkan bahwa alasan ibu memberikan susu formula yaitu:
a. Stress sehingga menghambat produksi ASI
b. Puting susu ibu masuk kedalam sehingga bayi kesulitan untuk menghisap ASI
c. Ibu menderita sakit tertentu semisal kanker atau jantung sehingga harus mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi
d. Kurang percaya diri
e. Ibu kecanduan narkotika dan zat adiktif lainya (NAPZA)


Dampak pemberian susu formula
Berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain:

1. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)

Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang sering mendapatkan susu formula lebih sering muntah/gumoh, kembung, “cegukan”, sering buang angin, sering rewel, gelisah terutama malam hari. Sering buang air besar (>3 kali perhari), tidak BAB setiap hari, feses berwarna hijau, hitam, berbau, sangat keras, cair atau berdarah, hernia umbilikalis (pusar menonjol), inguinalis (benjolan diselakangan, daerah buah zakar atau pusar) karena sering ngeden sehingga tekanan dalam perut meningkat. Gangguan ini merupakan biasanya reaksi bayi pada saat saluran pencernaan beradaptasi terhadap susu formula (Raizah, 2008)

2. Infeksi saluran pernafasan
Bila gangguan saluran pencernaan terjadi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi terutama ISPA (batuk, pilek, panas, tonsillitis/amandel) berulang dan kadang setiap bulan atau lebih (Judarwanto, 2007).

3. Meningkatkan resiko serangan asma
Para peneliti telah mengevaluasi terhadap efek perlindungan dari pemberian ASI, bahwa pemberian ASI melindungi terhadap asma dan penyakit alergi lain. Sebaliknya, pemberian susu formula dapat meningkatkan resiko tersebut (Oddy dkk (2003) dalam Roesli, 2008).

4. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif
Menurut penelitian Smith dkk (2003) dalam Roesli (2008),bayi yang tidak diberi ASI ternyata mempunyai skor lebih rendah dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal, dan kemampuan visual motorik dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI.

5. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dkk (2002) dalam Roesli (2008) membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi pada anak-anak yang diberi susu formula. Kries (1999) dalam Roesli (2008) menambahkan bahwa kejadian obesitas mencapai 4,5%-40% lebih tinggi pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.

6. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
Anak yang mendapat susu formula tekanan darahnya lebih tinggi daripada anak yang mendapat ASI. Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian ASI pada anak yang lahir prematur dapat menurunkan darah pada tahun berikutnya (Singhal dkk (2001) dalam Roesli, 2008).

7. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar
Dari kasus merebaknya wabah Enterobacteri zakazakii di Amerika Serikat, dilaporkan kematian bayi berusia 20 hari yang mengalami demam, takikardia, menurunnya aliran darah, dan kejang pada usia 11 hari. Kuman ditemukan pada susu formula tercemar yang dipakai unit perawatan intensif neonatal tersebut (Weir (2002) dalam Roesli, 2008).

8. Meningkatkan kurang gizi
Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan kurang pada bayi. Secara tidak langsung, kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit, terutama diare, dan radang pernafasan (Roesli, 2008).

9. Meningkatkan resiko kematian
Menurut Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak pernah mendapat ASI berisiko meninggal 25% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI yang lebih lama akan menurunkan resiko mortalitas bayi.

10. Meningkatkan kejadian karies gigi susu
Sukrosa merupakan sejenis karbohidrat dalam susu yang dapat mamberikan rasa manis dan sumber energi cepat untuk tubuh (dapat meningkatkan gula darahdalam waktu singkat). Konsumsi sukrosa dalam jumlah berlebihan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan karies gigi.
Kebiasaan anak minum susu formula dengan menggunakan botol saat menjelang tidur dapat menyebabkan karies gigi. Laktosa dan sukrosa dalam sisa susu yang tergenang dalam mulut sepanjang malam akan mengalami proses hidrolisa oleh bakteri plak menjadi asam (Retno, 2001).

Jika makanan yang dimakan mengandung gula, pH mulut akan turun dalam waktu 2,5 menit dan tetap rendah selama 1 jam. Bila gula yang mengandung sukrosa dikonsumsi 3 kali sehari, artinya pH mulut selama 3 jam akan berada dibawah 5,5. Demineralisasi ini tidak terjadi di permukaan, melainkan subsurface/lapisan di bawah permukaan gigi. Proses demineralisasi yang terjadi selama periode waktu ini sudah cukup untuk mengikis lapisan email (Nita,2007)

Seberapa Khasiat Susu Formula?
Pada kajian pagi pada hari Ahad 17 Juni 2012 di nDalem Ksatrian. Ust. Mahsun Maftuhin menuturkan suatu hal yang baru saya tahu dan sangat mengenjutkan. Bahwa susu kaleng (Formula) ternyata jauh lebih rendah dari khasiat yang terkandung dalam ASI. Menurut beliau, Susu Formula tidak lebih dari 10 % khasiat yang terkandung dalam ASI.
Dan tindakan luar biasa dilakukan oleh khalifah Umar Bin Khattab yang menjadi khalifah kedua dalam sejarah Khulafa`ur Rosyidin. Yaitu pada tahun 634-644. Salah kebijakannya yang luar biasa adalah mewajibkan seorang Ibu memberikan Susu exklusive (ASI) selama 2 Tahun kepada putera/puterinya. Karena menurut beliau, pemberian ASI memberikan dampak sangat positif bagi perkembangan fisik maupun perkembangan otak balita. Dan hal tersebut akan membuat generasi Islam menjadi generasi yang baik. Bahkan, Umar Bin Khattab memberikan dana tunjangan bagi seorang Ibu yang bersedia menyusui puteranya sampai anak tersebut berumur 2 tahun. Ini bukti bahwa ASI memang sangat dibutuhkan oleh balita pada usia 0-2 Tahun.
sebegitu penasarannya dengan ungkapan tersebut {(Karena sekarang semakin banyaknya perempuan sekarang yang memilih memberikan susu formula daripada Susu Exklusive)}. Maka saya pun mencari kebenaran hal tersebut di Internet. Dan hasilnnya, memang ada beberapa orang dokter yang berpendapat bahwa ASI memang jauh lebih berkhasiat dari susu formula.
“Hubertin mengatakan bahwa kandungan susu formula tidak sebaik kandungan nutrisi yang terdapat di dalam air susu ibu (ASI). Dia mencontohkan taurin, asam amino rantai panjang, untuk proses maturasi otak banyak terdapat di ASI dan hanya sedikit terkandung pada susu sapi”
Bahkan susu formula sendiri juga memberikan dampak yang negatif bagi balita yang mengkonsumsinya.
“Hesti Kristina P. Tobing, Wakil Ketua Ikatan konselor Menyusui Indonesia (IKMI), mengatakan, yang perlu diketahui oleh para ibu menyusui adalah bahwa tidak ada satu pun susu formula yang bebas dari kuman. Bahkan menurut WHO dan FDA semua susu formula tidak steril dan berisiko terkena bakteri termasuk sakazakii
Pemberian susu formula pada bayi baru lahir ternyata memberi risiko yang tak ringan. Otak bayi berpotensi tidak berkembang akibat terlalu banyak mengkonsumsi susu formula. ”Risiko sistem jaringan otak tidak terbangun sebesar 20 persen,” kata Penasihat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) DKI Jakarta, Sri Purwanti Hubertin
Dalam sebuah artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) disebutkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein hingga 80 persen yang sulit dicerna usus bayi yang pada akhirnya dibuang oleh bayi. Pembuangan protein casein tersebut lewat ginjal, sehingga ginjal bayi sudah dipaksa untuk membuang casein. Ginjal bayi yang sudah bekerja membuang protein casein, dikatakan Hubertin, menjadi salah satu pemicu banyak kasus gagal ginjal terjadi pada anak. Ia mencontohkan saat ini anak usia 14-15 tahun ada yang sudah menderita gagal ginjal. ”Risiko lain dari konsumsi susu formula adalah mudahnya terjadi pengapuran pada pembuluh darah,” kata Hubertin. Karena lemak di dalam ASI selain sebagai nutrisi juga membentuk enzim penghancur lemak yang tidak diperlukan tubuh. Pada susu formula enzim penhancur tidak terbentuk sehingga lemak berdiam di dalam tubuh yang menyebabkan pengapuran pada pembuluh darah. ”Yang terlihat saat ini banyak orang stroke muda. Salah satu penyebabnya adalah pengapuran yang terjadi pada pembuluh darah,” tutur dia.
Beberapa risiko tersebut menyebabkan pemberian ASI sangat penting bagi bayi baru lahir. Ibu harus paham betapa pentingnya ASI bagi bayi. Namun Hubertin menyayangkan masih banyak petugas kesehatan maupun fasilias kesehatan yang belum menyadari pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sehingga mereka kurang mendorong pemberian ASI pada bayi baru lahir.
Suatu rekomendasi menyebutkan, anak usia 0-6 bulan hanya perlu diberikan ASI ekslusif karena ASI sudah memenuhi 100 persen kebutuhan bayi. Memasuki usia 6 bulan sampai 1 tahun tahun, ASI masih tetap diperlukan karena memenuhi 60-70 persen kebutuhan bayi. Sedangkan pada usia 1-2 tahun ASI masih memenuhi 30 persen kebutuhan bayi.
Susu formula, lanjut Hesti, memang menjadi bisnis yang luar biasa. Ia mengungkapkan bahwa produsen susu di dunia saat ini tengah mengincar China dan Indonesia sebagai target pemasaran, karena pertumbuhan penduduknya yang paling besar.
Dulu sebenarnya Indonesia sudah menyepakati tentang kode internasional pemasaran susu formula. Indonesia salah satu negara yang ikut menandatangani bahwa sebenarnya sampai usia dua tahun tidak boleh ada iklan produk susu formula.
“Tapi sayangnya penerapan di Indonesia hanya sampai satu tahun dan itu pun masih dilanggar,” tutupnya.
Walaupun sudah ada anjuran untuk memberikan ASI sebagai susu terbaik bagi bayi, banyak ibu muda yang memberikan susu sapi  pada bayi mereka. Ada yang memberikan susu sapi formula  sebagai susu sambung, dan ada juga yang memberikan nya dari semenjak si bayi dilahirkan.  
Banyak faktor yang menjadi alasan pemberian susu formula. Faktor bayi lahir prematur biasanya yang paling banyak menjadi sebab pemberian susu formula. Karena kondisi bayi yang lemah dan lebih kecil ukurannya  menyebabkan sang ibu kesulitan memberikan ASI mereka. Selain itu bagi mereka yang lahir dengan menggunakan operasi  juga sedikit kesulitan karena kondisi sang ibu yang lemah setelah operasi. Namun untuk bayi yang dilahirkan secara normal maka akan sangat disayangkan jika memberikan susu formula saja. Karena baik sang bayi maupun sang ibu tidak terlalu mengalami kesulitan saat pemberian ASI. 
Sungguh ada pengaruh yang begitu nyata  pada proses perkembangan anak akibat pemberian  susu sapi formula. Pengaruh yang paling nyata adalah pada tingkah laku anak. Mereka yang mendapatkan ASI dari lahir hingga usia dua tahun, akan memiliki kepribadian dan perkembangan emosional yang baik. Mereka akan lebih mudah tersentuh saat melihat situasi yang membuat mereka sedih. Selain itu anak yang mendapatkan cukup ASI akan jauh lebih sensitif dan tanggap dengan keadaan sekitarnya. Hingga mereka mudah untuk mematuhi dan menerima aturan dalam keluarga.

Anak saya yang baru berusia 1.5 tahun sudah bisa menyambut saya dengan membawakan sepatu saya setelah pulang kerja. Sementara anak saya yang sudah 4 tahun, tidak pernah melakukannya. Dan saya tidak pernah menyuruhnya. Kemudian contoh yang lain adalah sulitnya anak untuk mematuhi aturan yang kita terapkan. Butuh berulang kali penjelasan dan teriakan untuk membuat anak kita mematuhi aturan yang kita buat. Dan hal ini berbeda pada anak saya yang mendapatkan ASI dari lahir. Dia akan mudah menerima dan mematuhi aturan yang diterapkan. Ya sewajarnya kebandelan sebagai anak balita. Contohnya adalah larangan untuk tidak menyakiti orang lain. Semisal merebut mainan, memukul adik, atau berbagi makanan. Hal sama yang saya terapkan pada anak anak. Namun mendapatkan respon yang berbeda.

Contoh yang lain adalah rasa peka pada anak. Ada kawan yang bercerita bahwa anaknya melarang dia berbicara dengan nada yang tinggi pada istrinya. Padahal pembicaraan mereka hanya obrolan biasa. Namun si anak merasa bahwa hal itu bisa menyakiti perasaan sang ibu. Hingga kesedihan nampak jelas pada permintaan anaknya. Dan masih banyak contoh yang saya rasakan.

Ini artinya anak yang mendapatkan ASI jauh lebih peka dengan keadaan di sekitarnya. Mereka akan lebih peka dengan lingkungannya. Peka terhadap apa yang terjadi pada sekelilingnya. Disamping mudahnya kita untuk menerapkan aturan dalam keluarga. Maka bisa jadi munculnya ketidak pekaan pada remaja kita adalah faktor ASI yang mereka dapat. Banyak guru yang kesulitan menghadapi kenakalan anak didik nya. Mudahnya remaja kita untuk emosi dan bertindak anarkis. Apalagi memang kurangnya  pendekatan emosional dan ajaran agama yang  mereka dapatkan. 

Baca juga :

No comments:

Post a Comment

to Top